puisi soe hok gie
25 Votes
Soe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.Catatan Seorang Demonstranaku datang kembalikedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmuaku bicara padamu tentang cinta dan keindahandan aku terima kau dalam keberadaanmuseperti kau terima dakusungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiadahutanmu adalah misteri segalacintamu dan cintaku adalah kebisuan semestaDan bicara padaku tentang kehampaan semua‘terimalah dan hadapilahaku terima ini semuamelampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmukarena aku cinta pada keberanian hidup- SEBUAH TANYA
pada suatu hari yang biasapada suatu ketika yang telah lama kita ketahuiapakah kau masih berbicara selembut dahulu?memintaku minum susu dan tidur yang lelap?sambil membenarkan letak leher kemejaku”kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi surammeresapi belaian angin yang menjadi dingin)ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”kecuali dalam cinta?”membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapanbersama hidup yang begitu biru”Wajah-wajah halus yang kerasYang berbicara tentang kemerdekaaanDan demokrasiDan bercita-citaMenggulingkan tiranyang tanpa tentaramau berperang melawan diktatordan yang tanpa uangmau memberantas korupsiKuberikan padamu cintakuDan maukah kau berjabat tanganSelalu dalam hidup ini?ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di mirazatapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangkuatau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangiada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danangada bayi-bayi yang mati lapar di Biafrasetelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanyatentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahukalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padakutegakklah ke langit atau awan mendungkita tak pernah menanamkan apa-apa,kita takkan pernah kehilangan apa-apa”15 Desember 1969, Soe Hok Gie bersama kawan-kawannya Herman Lantang, Abdul Rahman, Idhan Lubis, Aristides Katoppo, Rudy Badil, Freddy Lasut, Anton Wiyana berangkat menuju Puncak Semeru melalui kawasan Tengger. Soe Hok Gie ingin bisa merayakan ulang tahunnya yang ke 27 di atap tertinggi Pulau Jawa tersebut. Tanggal 16 Desember, di tengah angin kencang di ketinggian 3.676 meter (dari atas permukaan laut), Hok Gie, Idhan, Rahman terserang gas beracun. Hok Gie dan Idhan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan nyawa mereka tidak sempat tertolong.
Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin (Hanzi: 蘇福義). Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah berasal dari Provinsi Hainan, Republik Rakyat Cina.Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia.Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Berikut adalah puisi-puisinya:MANDALAWANGI – PANGRANGOSenja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2muwalaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan gunaaku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepimalam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawardan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membaraaku cinta padamu PangrangoJakarta 19-7-1966====================================================“Disana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…” – Soe Hok Gie“akhirnya semua akan tiba(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)“manisku, aku akan jalan terusSelasa, 1 April 1969====================================================PESANHari ini aku lihat kembaliAku mengenali merekaKawan-kawanHarian Sinar Harapan 18 Agustus 1973====================================================ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkahbicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucutapi aku ingin mati di sisimu sayangkumari, sini sayangku(Catatan Seorang Demonstran, Selasa, 11 November 1969)Akhir perjalanan Soe:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar